Kamis, 14 Maret 2013

PEMBUATAN LARUTAN DAN STANDARISASINYA


PEMBUATAN LARUTAN DAN STANDARISASINYA A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Setiap kita akan membuat suatu minuman, pasti ada pelarut maupun terlarut. Dan pasti terdapat suatu larutan. Larutan adalah campuran homogen (komposisinya sama), serba sama (ukuran partikelnya), tidak ada bidang batas antara zat pelarut dengan zat terlarut (tidak dapat dibedakan secara langsung antara zat pelarut dengan zat terlarut), partikel- partikel penyusunnya berukuran sama (baik ion, atom, maupun molekul) dari dua zat atau lebih. Dalam larutan fase cair, pelarutnya (solvent) adalah cairan, dan zat yang terlarut di dalamnya disebut zat terlarut (solute), bisa berwujud padat, cair, atau gas. Dengan demikian, larutan adalah pelarut (solvent) + zat terlarut (solute). Khusus untuk larutan cair, maka pelarutnya adalah volume terbesar. Konsentrasi suatu larutan didefinisikan sebagai jumlah solut yang ada di dalam sejumlah larutan atau pelarut. Konsentrasi dapat dinyatakan dalam beberapa cara antara lain molaritas, molalitas, normalitas, dan sebagainya. Molaritas yaitu jumlah mol solut dalam satu liter larutan, molalitas yaitu jumlah mol solut per 1000 gram pelarut sedangkan normalitas adalah jumlah gram ekuivalen solute dalam 1 liter larutan. Dalam ilmu kimia, pengertian larutan ini sangat penting karena hampir semua reaksi terjadi dalam bentuk larutan. Larutan dapat didefinisikan sebagai campuran serba sama dari dua komponen atau lebih yang saling berdiri sendiri. Disebut campuran karena terdapat molekul-molekul, atom-atom atau ion-ion dari dua zat atau lebih. Larutan dikatakan homogen apabila campuran zat tersebut komponen-komponen penyusunnya tidak dapat dibedakan satu dengan yang lainnya lagi. Misalnya larutan gula dengan air, dimana kita tidak dapat lagi melihat dari bentuk gulanya, hal ini karena larutan sudah tercampur secara homogen. 2. Tujuan Praktikum Adapun tujuan dari praktikum pembuatan larutan dan standarisasinya ini adalah Membuat larutan 0,1, Standarisasi HCl 0,1 N, dan Penentuan kadar Na2CO3 dengan HCl 0,1 N. 3. Waktu dan Tempat Praktikum Pembuatan Larutan dan Standarisasinya ini dilaksanakan pada hari kamis tanggal 22 November 2012 pukul 07.00 – 10.00 WIB di Laboraturium Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. B. Tinjauan Pustaka Titrasi adalah cara analisis untuk menghitung jumlah cairan yang dibutuhkan untuk bereaksi dengan sejumlah cairan lain. Dalam satu cairan yang menganndung reaktan ditempatkan dalam biuret, sebuah tabung yang panjang salah satu ujungnya terdapat kran (stopkok) dengan skala milimeter dan sepersepuluh milimeter. Cairan di dalam biuret disebut titran dan pada titran ditambah indikator, perubahan warna indikator menandai habisnya titrasi (Wahyudi, 2000). Larutan merupakan campuran karena terdiri dari dua bahan dan disebut homogen karena sifat-sifatnya sama disebuah cairan. Karena larutan adalah campuran molekul biasanya molekul-molekul pelarut agak berjauhan dalam larutan bila dibandingkan dalam larutan murni. Gaya tarik inter molekul tidak sejenis menyebabkan pelepasan energi dan entalpi menurun. Lerutan pada dasarnya adalah campuran homogen, dapat berupa gas, zat cair maupun padatan. Menyebabkan komponen-komponen dalam larutan saja tidak cukup memberikan larutan secara lengkap. Banyak cara untuk memberikan konsentrasi larutan yang semuanya menyatakan kuantitas zat terlarut dalam kuantitas pelarut (atau larutan). Dengan demikian setiap sistem konsentrasi menyatakan satuan yang digunakan zat terlarut, kuantitasn zat terlarut pelarut (Anonim, 2007). Zat yang ada di dalam jumlah yang relatif besar disebut pelarut (solvent). Sedangkan zat yang ada dalam jumlah yang relatif lebih sedikit disebut zat terlarut (solut). Baik solut maupun solvent dapat berupa zat padat, cair, ataupun gas (Andrian, 2003). Dalam pembuatan larutan dengan konsentrasi tertentu sering dihasilkan konsentrasi yang tidak kita inginkan. Untuk mengetahui konsentrasi sebenarnya perlu dilakukan standarisasi. Standarisasi sering dilakukan dengan titrasi (Harjadi, 2000). C. Alat, Bahan dan Cara Kerja 1. Alat a. Gelas ukur b. Labu takar c. Erlenmeyer d. Pengaduk e. Pipet f. Biuret g. Statif h. Corong i. Gelas j. Gelas piala 2. Bahan a. X ml HCl pekat b. Borax (Na2B4O7 10H2O) sebanyak 0,4 gr c. Na2CO3 sebanyak 0,7 gr d. Indikator MO 3. Cara Kerja a. Membuat larutan HCl 0,1 N a 1. Memasukkan aquadest secukupnya (+ 10 ml) a 2. Mengambil x ml HCl pekat, masukkan dalam labu takar 100 ml a 3. Mengisi dengan aquadest sampai tanda garis a 4. Mengocok hingga homogen dan pindahkan ke erlenmeyer b. Standarisasi 0,1 N HCl dengan Borak (Na2B4O7 10H20) b 1. Mengambil 0,4 gr Borax murni b 2. Masukkan dalam erlenmeyer dan larutkan dengan 50 ml aquadest b 3. Menambahkan 2 –3 tetes indikator MO b 4. Menitrasi dengan HCl sampai terjadi perubahan warna b 5. Menghitung N HCl dengan rumus c. Penentuan kadar Na2CO3 c 1. Menimbang 0,75 gr Na2CO3 dan masukkan dalam labu takar. c 2. Menambahkan 50 ml aquadest ke dalam larutan Na2CO3 50 ml. c 3. Mengambil 10 ml Na2CO3 masukkan dalam erlenmeyer kemudian ditetesi 2-3 tetes indikator MO. c 4. Menitrasi dengan 0,1 N HCl yang telah dibuat kemudian tentukan kadar Na2CO3. D. Hasil dan Analisis Hasil Pengamatan 1. Hasil Pengamatan Tabel. 1.1 Pembuatan Larutan HCl 0,1 N V. HCl (ml) B.J. HCl (grm/ml) Kadar HCl (%) X ml HCl 1 1,19 37% 0,83 Sumber : Laporan Sementara Tabel. 1.2 Standarisasi 0,1 NHCl dengan Borax (Na2B4O7, 10 H2O ) M Borax V HCl Warna (gram) (ml) Awal Proses Akhir 0,4 15 Bening Orange Merah muda Sumber : Laporan Sementara Tabel. 1.3 Pembuatan Kadar Na2CO3 V HCl Kadar Na2CO3 Warna (ml) (%) Awal Proses Akhir 5 0,71 Bening Orange Merah muda Sumber : Laporan Sementara 2. Analisis Hasil Pengamatan a. Pembuatan Larutan HCl 0,1N x = (3,65.V) / 10 k.L = (3,65.1) / 10. 1,19. 37% = 0,83 ml b. Standarisasi Larutan HCl 0,1 N N HCl = = = 0,00014 = 14 x c. Penentuan Kadar Na2CO3 Kadar Na2CO3 = = = 98 x E. Pembahasan dan Kesimpulan 1. Pembahasan Larutan merupakan campuran yang homogen, terdiri dari dua komponen ,yaitu zat terlarut (solute) dan zat pelarut (solvent). Dimana pelarut yang memiliki proporsi lebih besar dan terlarut yang proporsinya lebih kecil. Konsentrasi larutan didefinisikan sebagai jumlah solut yang ada dalam sejumlah larutan atau pelarut. Konsentrasi dapat dinyatakan dengan beberapa cara antara lain normalitas (jumlah gram ekuivalen solute dalam 1 liter larutan), molalitas (jumlah mol solut per 1000 gram pelarut), molaritas (jumlah mol solut dalam 1 liter larutan). Pada pembuatan 0,1 N HCl diperoleh dari 0,83 ml larutan HCl pekat. Untuk menentukan volume HCl pekat yang dibutuhkan dipengaruhi oleh besarnya volume N HCl yaitu 1 ml, berat jenis HCl yaitu 1,19 g/ml dan kadar dari HCl pekat yaitu 37%. Untuk mengetahui konsentrasi sebenarnya dari larutan yang dihasilkan maka dilakukan standarisasi. Standarisasi 0,1 N HCl dengan borax dapat dilakukan dengan cara titrasi. Prosedur ini adalah untuk menentukan jumlah asam maka ditambahkan asam dalam jumlah yang ekuivalen atau sebaliknya dan diakhiri bila telah mencapai titik ekivalen, yaitu dimana penambahan titran yang akan menyebabkan perubahan pH yang sangat besar. Borax setelah ditambah 15 ml HCl berubah warna yang awalnya bening dalam proses menjadi orange dan berakhir menjadi warna merah muda. Ini disebabkan oleh lrutan HCl yang mengikat borax, sehingga warna borax berubah Sedangkan penentuan kadar Na2CO3 hampir sama dengan standarisasi, tetapi ini menggunakan kadar sebagai penentu dari perubahan warna dan mengetahui volume pelarut yang lebih besar, penentuan kadar Na2CO3 membutuhkan 5 ml HCl sehingga terjadi 3 perubahan warna yaitu bening saat awal, orange saat proses dan merah pada saat akhir. 2. Kesimpulan Dari praktikum yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan: a. Bahwa nilai dari x HCl adalah 0,83 ml, N HCl adalah 14 x dan nilai kadar Na2CO3 adalah 98 x b. Banyaknya larutan HCl pekat yaitu 0,83 ml dengan kadar 37% ditambah dengan aquades sehingga encer dan volumenya menjadi 100 ml. Konsentrasi HCl tersebut menjadi lebih rendah . c. Standarisasi dilakukan untuk mengetahui konsentrasi sebenarnya yang dihasilkan dalam suatu reaksi dengan menggunakan cara titrasi. Borax yang sudah dicampur dengan 3 tetes indikator Mo akan berubah warna dari putih bening menjadi orange, setelah dititrasi dengan 1 ml larutan HCl dan aquades menggunakan biuret, berubah warna menjadi merah muda. d. Pada penentuan kadar Na2CO3 juga dilakukan secara titrasi,yaitu setelah Na2CO3 dimasukkan kedalam enlenmayer dan dicampur dengan aquades hingga homogen, menghasilkan warna putih bening. Kemudian di tuang ke gelas ukur hingga 10 ml dan dituangkan kembali ke enlenmayer yang baru, serta diberi 3 tetes indicator Mo,sehingga warnanya berubah jadi orange , lalu dititrasi dengan campuran 1ml HCl dan aquades menggunakan biuret,berubah menjadi warna merah. e. V HCl diperoleh dari selisih biuret yang diberi aquades dan HCl hingga titik pemberhentian saat terjadi perubahan warna. f. Faktor yang mempengaruhi kadar Na2CO3 menjadi 0,71% setelah dititrasi dengan 5 ml HCl adalah jumlah Na2CO3. DAFTAR PUSTAKA Andrian, 2003, Kimia Untuk Universitas, Erlangga, Jakarta. Anonim, 2007. Pembuatan Larutan dan Standarisasinya. PT. Cahaya Bangsa. Bandung Anonim. 2008. http://id.wikipedi.org/wiki/Larutan. Harjadi, W, 2000, Ilmu Kimia analitik Dasar, Gramedia, Jakarta. Wahyudi, 2000, Jurnal Kimia dan Larutan No.5 Volume 2. Universitas Jendral Sudirman. Purwokerto. SPEKTROFOTOKOPI UNTUK PENENTUAN KADAR PROTEIN A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Secara sederhana, definisi dari spektrofotometri adalah pengukuran penyerapan energi cahaya suatu sistem kimia sebagai fungsi dari panjang gelombang dan radiasi. Dalam percobaan, metode ini biasanya digunakan untuk menentukan kadar Fe3+ dalam sampel. Alat yang digunakan adalah spektrofotometer UV/Vis yang merupakan sebuah instrumen untuk mengukur transmitansi atau absorbansi suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang (UV: 185–400 nm; Vis: 400–760 nm). Beberapa istilah yang sering dipakai dalam spektrofotometer adalah absorbansi, transmitan, kuvet, drive cell, dan blangko. Absorbansi adalah daya radiasi sinar yang diserap oleh larutan baik itu larutan baku maupun blangko, sedangkan transmitan adalah daya radiasi sinar yang diteruskan atau yang keluar dari kuvet dan daya radiasi sinar yang masuk ke dalam kuvet. Kuvet adalah tempat untuk meletakkan larutan, baik larutan blangko maupun larutan baku, sedangkan Drive cell adalah tempat untuk meletakkan kuvet. Keberadaan blangko berfungsi untuk mengoreksi adanya sinar yang dipantulkan oleh kuvet dan sinar yang diserap oleh substituen lain. Jika cahaya (radiasi elektromaknetik mengenai suatu bahan maka sebagian energinya akan diserap oleh molekul bahan sehingga elektro-elektronya menjadi teroksitasi ketingkat yang lebih tinggi. Besar perbedaan tingkat energi ground state dengan tingkat energi tereksitasi untuk setiap molekul tidak sama. Maka dari itu, panjang gelombang optimum yang dimiliki bahan yaitu panjang gelombang dimana energi yang dimiliki gelombang itu besarnya sama dengan yang dibutukan untuk mengeksitesi electron-elektron bahan. Jumlah energi yang diserap sebanding dengan jumlah materi bahan, sehingga spektrofotokopi dapat digunakan untuk uji yang bersifat kuantitatif. 2. Tujuan Praktikum Praktikum acara VII ini Spektrofotokopi untuk Penentuan Kadar Protein bertujuan untuk menentukan kadar protein dengan bantuan spektrofotometer. 3. Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum acara IV ini dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 20 November 2012 pada pukul 07.00 – 10.00 WIB di Laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. B. Tinjauan Puataka Protein merupakan makromolekul polipeptida yang tersusun dari sejumlah asam-asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptide dan mempunyai bobot molekul 5000 sampai berjuta-juta. Satu molekul protein disusun oleh sejumlah asam amino tertentu dengan susunan tertentu pula dan bersifat turunan (Aisyah, 1999). Protein pada setiap bahan kadarnya berbeda-beda. Pengukuran kadar protein suatu bahan sangat diperlukan karena erat kaitannya dengan tingkat konsumsi manusia. Pengukuran kadar protein dengan menggunakan metode Lowry adalah dasar dari penggunaan spektrofotometer. Metode ini dapat mengukur kadar protein sampai dengan 5 mikrogam. Warna biru yang terjadi oleh pereaksi Ciocalteau disebabkan reaksi antara protein dan Cu dalam larutan alkalis dan terjasi reaksi garam fosfomoliddat oleh tirosin dan triptopan (Ahmad, 1999). Konsentrasi protein diukur berdasarkan atas optical dencity pada panjang gelombang tertentu untuk mengetahui banyaknya protein dalam larutan. Protein dengan garam fosfotungstat pada suasana alkalis akan memberikan warna biru yang intensitasnya tergantung pada konentrasi protein terteta (Arthur, 2001). Kurva standart merupakan kurva alibrasi dari sederet larutan standart larutan-larutan itu. Larutan itu sebaiknya mempunyai komposisi cuplikan. Hasil tidak pernah didasarkan pada literature absortivitas molar. (Polling, 1999). Analisa Kedelai dapat dipakai untuk menganalisis kadar protein dalam bahan makanan secara tidak langsung. Analisa ini dipakai untuk mengetahui kadar protein dengan menggunakan asam sulfat pekat dengan katalis selenium oksiklorida. Cara ini merupakan cara yang sederhana dan mudah dilakukan (Basari, 1999). C. Alat, Bahan dan Cara Kerja 1. Alat a. Tabung Reaksi b. Rak Tabung reaksi c. Pipet d. Gelas Ukur e. Pengaduk f. Spektrofotometer g. Stopwatch 2. Bahan a. Larutan standart BSA b. Susu c. Kedelai d. Reagen D e. Reagen E f. Akuades 3. Cara Kerja a. Memasukkan 1 ml sampel (larutan BSA) dan 2 ml sampel kedelai ke dalam tabung reaksi yang berbeda sesuai dengan konsentrasi yang ditentukan, tambahkan 1 ml reagen D dan gojog pada suhu ruangan dan diamkan selama 15 menit. b. Menambahkan reagen E dan gojog segera, dan biarkan selama 45 menit. ukur absorbansinya pada 540 nm D. Hasil dan Analisis Pengamatan 1. Hasil Pengamatan Tabel 1.1 Pengukuran absorbansi larutan standart BSA Y (Absorbansi) X (Konsentrasi) 0 0 0,055 0,2 0,097 0,4 0,131 0,6 0,177 0,8 0,219 1 Sumber : Laporan Sementara Tabel 1.2 Pengukuran absorbansi sampel Sampel Y (Absorbansi) Susu 0,203 Kedelai 0,119 Sumber : Laporan Sementara 2. Analisis Hasil Pengamatan a. Pengukuran Absorbansi Larutan BSA a = 0,028 ,b = 4,665 ,r = 0,996 y = a + b x 0 = 0, 028 + 4,665 x -4,665x = 0, 028 x = = -0,006 Kadar sampel = x 100% = x 100 = 0,12% b. Penentuan besarnya konsentrasi sampel Y = a + bx → Y = 0,028 + 4,665 x Sampel Susu Y = a + b x 0,203 = 0, 028 + 4,665 x 0,203-0,028 = 4,665x x = = 0,0375134 Sampel Kedelai Y = a + bx 0,119 = 0,0465 + 4,665x 0,091 = 4,665x x = = 0,0195 c. Penentuan besarnya kadar protein pada masing-masing sampel : Sampel Susu Kadar protein = = = 0,75% Sampel Kedelai Kadar protein = = = 0,39% E. Pembahasan dan Kesimpulan 1. Pembahasan Spektrofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengukur absorbansi dengan cara melewatkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu. Berfungsi untuk menentukan kadar protein pada suatu bahan atau sampel. Prinsip kerjanya yaitu reaksi antar radiasi elektromagnetik dengan partikel bahan Spektrofotokopi adalah cara analisis kimia yang populer. Yaitu spektrofotometer UV-VIS yang berprinsip kerja reaksi antara radiasi elektromagnetik dengan partikel bahan. Radiasi elektromagnetik berfungsi sebagai gelombang dan sebagai materi. Sebagai gelombang, yang radiasi elektromagnetiknya mempunyai panjang gelombang tertentu yang membuatnya dapat memberikan warna yang terlihat yaitu warna pelangi. Sebagai materi, gelombang elektromagnetik mempunyai energi yang dapat berinteraksi dengan partikel bahan. Jadi radiasi elektromagnetik adalah suatu gelombang elektromagnetik yang dapat mengahasilkan warna pelangi dan mempunyai energi yang dapat berinteraksi dengan sampel atau bahan. Penentuan kadar protei menggunakan metode lowry Folin Ciocalteu, menggunakan prinsip pereaksi Folin Ciocalteu yang berwarna biru disebabkan reaksi antara protein Cu2+ dengan larutan alkalis dan terjadi reduksi garam fosfofungsilat fosfomolibat oleh tirosin dan tripiopan yang ada dalam protein. Untuk mengukur banyaknya protein dalam suatu bahan atau larutan maka diperlukan kurva standar yang menggambarkan hubungan antara konsentrasi dengan absorbansi pada panjang gelombang 540 nm. 2. Kesimpulan Berdasarkan praktikum spektrofotokopi untuk penentuan kadar protein dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : a. Pada konsentrasi BSA diperoleh persamaan garis regresi Y = 0,028 + 4,665X b. Kadar protein tertinggi dari percobaan adalah kadar protein dari susu 0,75% c. Pembuatan kurva standar dari larutan standar juga digunakan untuk menentukan kadar protein sampel d. Garis absorbansi larutan BSA dengan garis absorbansi sampel berbanding lurus. e. Nilai absorbansi sampel susu lebh besar dari sampel kedele DAFTAR PUSTAKA Ahmad, 1997, Kimia Dasar, Prinsip, dan Terapan Modern. Jakarta. Erlangga. Aisyah, 1998. Kimia Untuk Universitas. Gramedia. Jakarta Arthur, 1996. Kimia Anorganik. Erlangga. Jakarta. Basari, 1997. Kimia Dasar. PT. Gunung Muria. Kudus. Polling, 1996. Panduan Prantikum. CV. Manggala Offset. Bandung. KINETIKA REAKSI A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Reaksi-reaksi kimia berlangsung memakan waktu yang berbeda-beda. Meledaknya bom atom merupakan reaksi yang berlangsung cepat, sedangkan reaksi perkaratan pada sepotong paku merupakan contoh reaksi yang berlangsung lambat. Dalam ilmu kimia, laju reaksi menunjukan perubahan konsentrasi zat yang terlibat dalam reaksi setiap satuan waktu. Konsentrasi pereaksi dalam suatu reaksi kimia semakin lama semakin berkurang, sedangkan hasil reaksi semakin lama semakin bertambah. D alam kehidupan konsep laju reaksi sudah banyak diterapkan dalam kegiatan sehari-hari, dan yang menjadi prinsipnya adalah semakin luas bidang sentuh maka akan semakin cepat laju reaksinya. Menurut hukum aksi masa, laju reaksi kimia pada suhu tertentu dinyatakan sebagai banyaknya zat yang bereaksi per satuan waktu, bergantung hanya pada konsentrasi zat yang mempengaruhin lajunya. Zat yang mempengaruhi laju biasanya adalah suatu zat pereaksi atau lebih, kadang salah satu hasil zat reaksi dan kadang suatu suatu katalis yang tidak muncul dalam dalam persamaan kimia menyeluruh yang diseimbangkan. Ketergantungan laju pada konsentrasi sebagai keseimbangan langsung, dimana konsentrasi muncul dala pangkat nol, satu, atau dua. Pangkat konsentrasi ini disebut ordo reaksi terhadap zat ini. Kecepatan suatu reaksi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu konsentrasi, luas permukaan sentuhan, suhu dan katalis. Rumus yang menyatakan hubungan antara kecepatan reaksi dan konsentrasi disebut rumus kecepatan reaksi atau hukum kecepatan reaksi. Rumus kecepatan reaksi diturunkan dari persamaan reaksi stoikiometrik. 2. Tujuan Praktikum Adapun tujuan dari praktikum pembuatan larutan dan standarisasinya ini adalah Menentukan tingkat reaksi logam Mg dengan larutan HCl. 3. Waktu dan Tempat Praktikum Kinetika reaksi ini dilaksanakan pada hari selasa tanggal 25 November 2010 pukul 07.30 WIB di Laboraturium Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. B. Tinjauan Pustaka Untuk mempercepat laju rekaksi ada 2 cara yang dapat dilakukan yaitu memperbesar energi kinetik suatu molekul atau menurunkan harga Ea. Kedua cara itu bertujuan agar molekul-molekul semakin banyak memiliki energi yang sama atau lebih dari energi aktivasi sehingga tumbukan yang terjadi semakin banyak (Ryan, 2001). Jika suatu zat dipanaskan, pertikel-partikel zat tersebut menyerap energi kalor. Pada suhu yang ebih tinggi molekul bergerak lebih cepat sehingga energi kinetiknya bertambah. Peningkatan energi kinetik menyebabkan kompleks teraktivasi lebih cepat terbentuk, karena energi aktivasi mudah terlampaui, dengan dewnikian reaksi berlangsung lebih cepat (Suroso, 2002). Penyelidikan tentang reaksi yang bertujuan untuk menentukan hukum laju dan konstanta laju, seringkali dilakukan pada beberapa temperature. Idealnya langkah pertama untuk mengenali semua produknya, dan untuk menyelidiki ada tidaknya antar hasil sementara dan reaksi samping (Atkins, 1999). Daya (laju) suatau reaksi kimia sama dengan hasil kali massa aktif (konsentrasi) pereaksi dan koefisien afinitas (tetapan kecepatan) dengan setiap massa aktif meningkat sampai daya tertentu. Daya tertentu tersebut tidak harus angka-angka bulat dan tidak disimpulkan dari persamaan reaksinya. Hukum Gulberd dan Waage tersebut dikenal sebagai hukum aksi massa (Anonim, 2010). Suatu laju reaksi ditentukan oleh sifat-sifat dari senyawa yang bereaksi, suhu serta konsentrasi dari reaktan-reaktan yang ada. Suhu yang meningkat akan diikuti atau akan menyebabkan kecepatan reaksi akan semakin cepat. Berdasarkan kenyataan yang ada terdapat beberapa reaksi yang apabila terjadi kenaikan suhu 100C dapat meningkatkan laju reaksi sebesar dua kalinya. Bila konsentrasi meningkat akan dapat pula mempercepat laju reaksi, akan tetapi beberapa reaksi ordo nol, konsentrasi tidak berpengaruh. Hal ini dikarenakan sifat reaksi tersebut jika ditambah suatu apapun reaksi tidak dapat dipercepat. (Sukarjo, 1999). C. Alat, Bahan dan Cara Kerja 1. Alat a. Tabung reaksi b. Stopwatch 2. Bahan a. 8 potong pita Mg b. larutan HCl 3. Cara Kerja a. Menyediakan 8 potong pita Mg @ 2 cm. b. Menyediakan larutan HCl : 1.0 M;1.2 M;1.4 M;1.6 M;1.8 M;dan 2 M @10 ml. c. Memindahkan 10 ml larutan HCl 2 M ke tabung reaksi dan masukan 1 potong pita Mg. d. Mencatat waktu mulai memasukkan pita sampai reaksi selesai (pita habis). e. Menggambar grafik konsentrasi terhada 1/t dan konsentrasi pangkat dua terhadap 1/t. f. Menentukan tingkat/orde reaksinya. D. Hasil dan Analisis Pengamatan 1. Hasil Pengamatan Tabel 1.1 Pengamatan tingkat reaksi 1 No. x s y x.y x² y² x².y² 1 1 489 1 2 1,2 319 1,44 3 1,4 94 1,96 4 1,6 152 2,56 5 1,8 119 3,24 6 2 100 4 ∑ 9 1273 14,2 Tabel 1.2 Hasil Pengamatan tingkat reaksi 2 No. x² y² 1. 1 1,0 2. 1,44 2,1 3. 1,96 3,8 4. 2,56 6,6 5. 3,24 10,5 6. 4 16,0 ∑ 14,2 40,0 D. Pembahasan dan Kesimpulan 1. Pembahasan Pada umumnya reaksi-reaksi berlangsung dengan kecepatan yang berbeda-beda. Ada reaksi yang berlangsung sangat cepat, misalnya reaksi penetralan asam oleh basa dan reaksi peledakan dinamit. Ada juga reaksi yang berlangsung sangat lambat sehingga seakan-akan tidak berjalan sama sekali, misalnya reaksi antara hidrogen dengan oksigen. Campuran kedua zat ini dapat disimpan untuk waktu yang cukup lama. Sebelum dapat teramati hasil realsinya, yaitu air. Untuk dapat menyatakan lambat atau cepatnya suatu reaksi, dikemukakan konsep ”Kecepatan Reaksi” (laju reaksi, kinetika reaksi). Kecepatan reaksi didefinisikan sebagai perubahan konsentrasi pereaksi atau hasil reaksi per satuan waktu. Suatu reaksi akan berlangsung dengan cepat, jika tabrakan molekul-molekul dari zat yang bereaksi banyak dan sering terjadi Konsentrasi pereaksi dalam suatu reaksi kimia semakin lama semakin berkurang, sedangkan hasil reaksi semakin lama semakin bertambah. Laju reaksi merupakan perubahan konsentrasi pereaksi atau hasil reaksi persatuan waktu. Atau didefinisikan sebagai banyaknya mol zat per liter (untuk gas atau larutan) yang berubah menjadi zat lain dalam satu satuan waktu. Proses berlangsungnya reaksi kimia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang akan mempengaruhi jumlah tumbukan antarmolekul dari zat-zat yang bereaksi. Diantaranya yaitu suhu, katalis, molaritas, katalis dan konsentrasi. Suhu, makin tinggi suhu reaksi yang berlangsung maka menyebabkan partikel semakin aktif bergerak, sehingga tumbukan yang terjadi semakin sering dan menyebabkan kecepatan reaksinya semakin meningkat sesuai dengan teori Arhenius. Katalis adalah zat yang dapat mempercepat jalannya reksi tetapi tidak terlibat dalam reaksi. Berdasarkan teori tumbukan, katalis berperan untuk menurunkan energi aktivasi . Molaritas banyaknya mol zat terlarut tiap satuan volum zat pelarut. Semakin besar molalitas maka semakin cepat laju reaksi. Konsentrasi, persamaan laju reaksi didefinisikan dalam bentuk konsentrasi reaktan, kenaikan konsentrasi akan berdampak pada pertambahan kecepatan reaksinya. Artinya, makin tinggi konsentrasi maka makin banyak molekul reaktan yang tersedia. Dengan demikian, kemungkinan bertumbukan akan semakin banyak pula sehingga kecepatan reaksinya meningkat. 2. Kesimpulan Berdasarkan praktikum kinetika reaksi dapat di simpulkan bahwa : a. Laju reaksi dipengaruhi oleh besar kecilnya suatu konsentrasi. b. Menurut persamaan, laju reaksi berbanding terbalik dengan waktu dan berbanding lurus dengan konsentrasi. c. Semakin tinggi konsentrasi HCl maka semakin kecil waktu yang dibutuhkan untuk melarutkan Mg. DAFTAR PUSTAKA Anderton, J. D. 1997. Foundations of Chemistry. Edisi kedua. Melbourne: Longman Anonim, 2010. www.strompages.com/aboutchemistry. Atkins, P. W. 1999. Kimia Fisika Jilid 2. Erlangga: Jakarta Suroso, A. Y. 2002. Ensiklopedia Sains dan Kehidupan. Tarity Samudra Berlian: Jakarta Ryan, Lawrie. 2001. Chemistry For You. Nelson Thornes: London SIFAT KOLIGATIF LARUTAN A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Sehari-hari kita pasti melihat berbagai jenis larutan baik larutan homogen maupun larutan heterogen. Larutan merupakan sistem homogen yang terdiri atas dua atau lebih zat, terdiri dari pelarut dan zat terlarut. Pada larutan gula, jumlah gula sebagai zat terlarut lebih sedikit daripada jumlah air sebagai pelarut. Kelarutan zat terlarut dalam pelarut pada sistem stabil adalah jumlah maksimum zat terlarut yang dapat larut dalam sejumlah pelarut pada suhu tertentu. Banyaknya zat terlarut dalam dalam pelarut dengan volume tertentu disebut konsentrasi. Berdasarkan sifat listriknya larutan, zat yang laryt dalam dalam air digolongkan dalam dua kelompok besr yaitu zat elektrolit dan zat nonelektrolit. Larutan elektrolit dapat menghantarkan listrik, misalnya larutan garam. Sedangkan larutan nonelektrolit tidak dapat menghantarkam listrik, misalnya larutan gula. Seperti yang dikemukakan diatas bahwa sifat koligatif larutan bergantung dari banyaknya partikel zat terlarut dalam larutan. Atas dasar itulah sifat koligatif dibedakan menjadi dua macam, yaitu sifat koligatif elektrolit dan sifat koligatif nonelektrolit. Hal itu disebabkan zat terlarut pada larutan elektrolit bertambah jumlahnya karena terurai menjadi ion-ion, sedangkan zat terlarut pada larutan nonelektrolit jumlahnya tetap karena tidak terurai menjadi ion-ion. Untuk menyatakan banyaknya zat terlarut dalam suatu larutan digunakan istilah konsentrasi. Konsentrasi larutan menyatakan secara kuantitatif komposisi zat terlarut dan pelarut di dalam larutan. Konsentrasi umumnya dinyatakan dalam perbandingan jumlah zat terlarut dengan jumlah total zat dalam larutan, atau dalam perbandingan jumlah zat terlarut dengan jumlah pelarut. Contoh beberapa satuan konsentrasi adalah molar, molal, dan bagian per juta (part per million, ppm). Sementara itu, secara kualitatif, komposisi larutan dapat dinyatakan sebagai encer (berkonsentrasi rendah) atau pekat (berkonsentrasi tinggi). 2. Tujuan Praktikum Praktikum Sifat Koligatif Larutan ini bertujuan untuk menentukan perubahan titik didih larutan dan menentukan BM zat non volatile. 3. Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum Sifat Koligatif Larutan ini dilaksanakan pada hari selasa tanggal 20 November 2012 pada pukul 07.00 – 10.00 WIB di Laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. B. Tinjauan Pustaka Dalam penentuan Tf dan Tb, suhu harus mengalami perubahan (suhu tidak konstan) oleh karena itu dipakai satuan konsentrasi molal yang tidak bergantung pada suhu. Satuan konsentrasi molar tidak cocok dipakai karena perubuhan suhu akan mempengaruhi keadaan volume. Harga ∆Kf dan ∆Kb merupakan tetapan yang hanya bergantung pada jenis pelarut, setiap pelarut memiliki harga ∆Kf dan ∆Kb msing-masing diperoleh dari hasil suatu eksperimen yaitu dengan cara mengukur Tf dan Tb dari larutan tersebut tetap; molal dalam pelarut yang bersangkutan diatas (Achmad, 2001). Penurunan tekanan uap menurut hukum Roult, tekanan uap salah satu cairan dalam ruang di atas larutan ideal bergantung pada fraksi mol cairan tersebut dalam larutan PA = XA . PAo. Dari hukum Roult ternyata tekanan uap pelarut murni lebih besar daripada tekanan uap pelarut dalam larutan. Jadi penurunan tekanan uap pelarut berbanding lurus dengan fraksi mol zat terlarut (Syukri, 1999). Titik didih normal cairan murni atau larutan ialah suhu pada saat tekanan uap mencapai 1 atm. Karena zat terlarut menurunkan tekanan uap, maka suhu larutan harus dinaikkan agar ia mendidih. Artinya, titik didih larutan lebih tinggi daripada titik didih pelarut murni. Gejala ini disebut sebagai peningkatan titik didih merupakan metode alternative untuk menaikkan massa molar (Oxtoby, 2001). Pada setiap suhu, suatu larutan memilki tekanan yang lebih rendah dari pada pelarut murninya. Akibatnya pada diagram hubungan antara tekanan dan suhu terlihat jelas jika bahan titik didih larutan selalu tinggi serta titik beku larutan selalu rendah jika dibandingkan dengan titik beku pelrut murninya. Air murni pada tekanan 1 atm memiliki titik beku 0oC. Jika dalam air kita larutkan zat, maka titik beku larutannya akan lebih rendah dan titik didihnya akan lebih tinggi dari 100oC. Besarnya penurunan titik beku (∆Tf) dan kenaikan titk didih (∆Tb) hanya ditentukan oleh jumlah partikel zat tersebut . Makin banyak partikel zat terlarut maka makin besar pula Tf dan Tb (Anshory. 1999). C. Alat, Bahan dan Cara Kerja 1. Alat a. Elenmeyer b. Penjepit c. Waterbath d. Termometer e. Pengaduk f. Timbangan 2. Bahan a. Urea b. Aquades 3. Cara Kerja a. Menimbang 5 gr urea dengan menggunakan timbangan. b. Mengambil 2 elenmeyer. c. Mengisi elenmeyer pertama dengan air. d. Mengisi elenmeyer kedua dengan urea yang ditambah dengan 75 ml aquades dan aduk. e. Ukur suhu awal keduannya sebelum dipanaskan. f. Panaskan keduanya dan ukur perubahan suhu setiap 5 menit selama 30 menit. g. Meentukan titik didihnya dan BM ureanya. D. Hasil dan AnalisisPengamatan 1. Hasil Pengamatan a.Tabel 1.1 Kenaikan Titik Didih Pelarut dan Titik Didih Larutan Waktu (menit) Titik didih urea (OC) Titik didih aquades (OC) 0 27 27 5 63 62 10 67 64 15 68 65 Sumber : LaporanSementara b.Tabel 1.2 perbandingan antara urea dan aquades setelah di panaskan selama 15 menit Menit Perbandingan Tidik Didih(OC) Urea Aquades 0 Tetap yaitu 27 OC Tetap yaitu 27OC 5 Naik Menjadi 63OC Juga naik menjadi 62OC 10 Naik dari 63OC Menjadi 67OC Juga naik menjadi 64OC 15 Naik menjadi 68 OC Naik menjadi 65OC 2.Analisis Pengamatan Diketahui : gr CO( = 5gram , Mr = 60 , kb= 0,52 Ditanya : a).Λ Tb b).BM Jawab : a. Λ Tb = Tb larutan – Tb pelarut = 68 OC - 65 OC = 3 OC b. BM = (gr borax. 1000)/(gr air.ʌtb) kb = (5. 1000)/(25.3).0,52 = (5000/75).0,52 = 34,7 gram E. Pembahasan dan Kesimpulan 1. Pembahasan Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang tidak tergantung pada jenis zat terlarut, tetapi hanya bergantung pada banyaknya partikel zat terlarutdalam larutan. Banyaknya partikel dalam larutan ditentukan oleh konsentrasi larutan dan sifat larutan itu sendiri. Larutan sendiri adalah campuran homogen yang terdiri atas dua komponen, yaitu zat terlarut (solute) dan pelarut (solvent). Pada larutan urea ,jumlah urea sebagai zat terlarut lebih sedikit dari pada jumlah aquades sebagai pelarut. Sifat koligatif merupakan beberapa sifat fisis larutan yang bergantung pada jumlah patikel zat terlarut, tetapi tidak tergantung pada jenis zat terlarut tersebut. Kata koligatif berasal dari bahasa latin Colligare yang berarti berkumpul bersama, hal ini dikarenakan sifat koligatif bergantung pada pengaruh kebersamaan (kolektif), semua partikel dan tidak pada sifat dan keadaan partikel. Suatu zat apapun, jika melarut dengan memberikan jumlah partikel yang sama, maka larutannya akan memperlihatkan sifat koligatif yang sama. Bila zat non elektrolit, dimasukkan kedalam pelarut murni, maka akan merubah sifat-sifat larutan tersebut Titik didih zat cair adalah suhu tetap pada saat zat cair mendidih. Pada suhu ini, tekanan uap zat cair sama dengan tekanan udara di sekitarnya. Hal ini menyebabkan terjadinya penguapan di seluruh bagian zat cair. Titik didih zat cair diukur pada tekanan 1atmosfer. Pada umumnya titik didih larutan lebih besar dari pada titik didih pelarut. Perbedaan titik didih larutan dengan titik didih pelarut murni di sebut kenaikan titik didih yang dinyatakan dengan (ΔTb). Zat volatile dimasukkan zat lain maka tekanan uap pelarut menjadi lebih kecil. Karena jika dalam cairan dimasukkan suatu zat terlarut yang tidak mudah menguap dan membentuk suatu larutan, maka hanya sebagian pelarut saja yang menguap, sedangkan sebagian lainnya dihalangi oleh zat terlarut. 2. Kesimpulan Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa: a. Suhu dan waktu dalam memanaskan larutan menentukan kenaikan titik suatu larutan. b. Pada waktu 0 menit , saat larutan (urea) dan pelarut (aquades) sama-sama menunjukkan suhu 27OC.. c. Dalam waktu 15 menittitik didih larutan maupun pelarut diamati tiap 5 menitnya dan hasilnya selalu mengalami kenaikan yang signifikan. d. Dari menit ke 5-10 menunjukkan bahwa titik didih larutan (urea) sedikit lebih tinggi di bandingkan titik didih pelarut (aquades). e. Kenaikan titik didih larutan (urea) disebabkan oleh penurunan tekanan uap pelarut (aquades) f. Kenaikan titik didih larutan (urea) adalah 0,4136OC g. Sedangkan massa rumus zat pelarut (BM urea ) adalah gram DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1998. www.chem.csustan.edu/chem/1102/rxent,htm. Chang, Raymond. 1998. Chemistry Fifth Edition. New York. McGraw-Hill. Oxtoby, David. 2001. Prinsip-prinsip Kimia Modern. Jakarta. Erlangga. Petrucci, H. 1997. Kimia Dasar, Prinsip, dan Terapan Modern. Jakarta. Erlangga. Prautami, S. 1998. Kimia. Surakarta. Media Utama. Sastrohamidjojo, 2001. Ilmu Kimia analitik Dasar, Gramedia, Jakarta. Syukri, 1999. Kimia Untuk Universitas. Gramedia. Jakarta. KESETIMBANGAN KIMIA A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Keadaan setimbang adalah suatu keadaaan dimana konsentrasi seluruh zat tidak lagi mengalami perubahan, sebab zat-zat diruas kanan terbentuk dan terurai kembali dengan kecepatan yang sama. Keadaan kesetimbangan ini bersifat dinamis, artinya reaksi terus berlangsung dalam dua arah dengan kecepatan yang sama. Pada keadaan kesetimbangan tidak mengalami perubahan secara mikrokopis (perubahan yang dapat diamati atau diukur). Kesetimbangan kimia dibedakan atas kesetimbangan homogen dan kesetimbangan heterogen. Pada kesetimbangan homogen semua zat yang ada dalam sistem kesetimbangan memiliki fase yang sama ada dalam bentuk gas dan larutan. Di lingkungan sekitar kita sering terjadi reaksi kimia, baik secara kita sadari atau tidak. Pada dasarnya semua reaksi dapat kembali ke keadaan semula. Biasanya terjadi pada reaksi bolak-balik atau yang sering kita sebut dengan keadaan setimbang. Dalam beberapa percobaan beberapa reaksi dapat langsung direaksi kan menjadi reaktan kembali. .Dalam praktikum ini kita akan menetapkan hukum kesetimbangan kimia dan tetapan kesetimbangan dengan bantan alat spektrofotometer. Dalam pertanian, penerapan kesetimbangan berperan dalam pembuatan amoniak dengan proses Haber Bosch dan pembuatan asam sulfat menurut proses kontak. Amoniak sangat penting dalam bidang pertanian karena amoniak merupakan sumber nitrogen bagi tanaman. 2. Tujuan Praktikum Praktikum acara IV Kesetimbangan Kimia ini bertujuan untuk menentukan hukum kesetimbangan dan tetapan kesetimbangan kimia. 3. Waktu dan Tempat Praktikum acara IV ini dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 29 November 2012 pada pukul 07.00 – 10.00 WIB di Laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. B. Tinjauan Pustaka Kesetimbangan dalam larutan adalah keadaan ketika laju reaksi pembentukan ion dari molekulnya sama dengan laju reaksi pembentukan molekul dari ionnya. Pada saat reaktan berkurang laju reaksi maju menurun, sedang pada saat hasil reaksi bertambah dan laju reaksi balik naik. Pada saat reaksi maju sama dengan laju reaksi balik maka kesetimbangan kimia terjadi (Anonim, 2001). Hukum distribusi atau partisipasi dapat dirumuskan apabila suatu zat terlarut terdistribusi antara dua pelarut yang tidak dapat bercampur, maka pada suatu temperatur konstan antara kedua pelarut itu, dan angka banding distribusi ini tak bergantung pada spesi molekul lain apapun yang mungkin ada. Dalam kesetimbangan kimia, jika tekanan diperbesar sama dengan volume diperkecil, maka kesetimbangan akan bergeser ke arah jumlah koefisien-koefisien gas yang lebih kecil, dan jika tekanan diperkecil sama dengan volume diperbesar maka kesetimbangan akan bergeser ke arah jumlah koefisien-koefisien gas yang lebih besar (Atkins, 1999). Kecepatan reaksi kimia pada suatu konstan sebanding dengan hasil kali konsentrasi zat yangbereaksi. Reaksi kimia bergerak menuju kesetimbangan yang dinamis, dimana terdapat reaktan dan produk, tetapi keduannya tidak lagi mempunyai kecenderungan untuk berubah. Kadang-kadang konsentrasi reaktan yang belum bereaksi di dalam campuran kesetimbangan, sehingga reaksi dikatakan reaksi yang “sempurna”. GN Lewis memperkenalkan besaran termodinamika baru yaitu keaktifan yang bias dipakai sebagai ganti antara konsentrasi zat yang dimaksud dengan suatu koefisien keaktifan (Syukri, 1999). Kesetimbangan adalah keadaan dimana reaksi berakhir dengan suatu campuran yang mengandung baik zat pereaksi maupun hasil reaksi. Hukum kesetimbangan adalah hasil kali konsentrasi setimbang zat yang berada di ruas kanan dibagi hasil kali konsentrasi setimbang zat yang berada di ruas kiri, masingg-masing dipangkatkan dengan koefisien reaksinya (Takeuchi, 2008). C. Alat. Bahan dan Cara Kerja 1. Alat a. Beker glass 50 ml b. Pipet c. Gelas ukur d. Tabung reaksi e. Spektrofotometer 2. Bahan a. Aquades b. Fe(NO3)3 0,2 M c. KCNS 0,002 M 3. Cara Kerja a. Menyediakan 5 tabung reaksi bersih (beri label no 1-5) b. Memasukkan 5 ml larutan KCNS 0,002 M tiap tabung c. Memasukkan dalam tabung 1 larutan Fe(NO3)3 0,2 M larutan dalam tabung 1 menjadi larutan standar d. Memasukkan larutan Fe(NO3)3 0,2 M 10 ml ke dalam baker glass 50 ml dan tambahkan aquades hingga volume larutan menjadi 25 ml (larutan A) e. Mengambil 5 ml larutan A dan masukkan ke dalam tabung 2. f. Memgambil 5 ml larutan A diatas dan masukkan ke dalam baker glass 50 ml, tambahkan aquades hingga volume 25 ml (larutan B) g. Mengambil 5 ml larutan perlakuan B, masukkan ke dalam tabung 3 h. Mengulangilangi langkah-langkah tersebut hingga tabung ke-5 berisi 5 ml larutan i. Menentukan konsentrasi larutan setiap tabung dengan spektrofotometer j. Mencari hubungan yang konstan, antara konsentrasi berbagai ion dalam keadaan setimbang dari masing-masing tabung reaksi. D. Hasil dan Analisis Pengamatan 1. Hasil Pengamatan Tabel 1.1 Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standart X (konsentrasi) Y (absorbansi) 0 0,000 1,5 0,187 3 0,302 4,5 0,551 6 0,702 7,5 0,827 Sumber : Laporan Sementara Tabel 1.2 Hasil Pengukuran absorbansi Larutan Sampel Tabung ke- Y (absorbansi) 5 0,044 4 0,053 3 0,187 2 0,719 Sumber : Laporan Sementara 2. Analisis Hasil Praktikum a. Persamaan Garis Regresi : a = 0,004 b = 0,112 x = 5 Y = a + bx = 0,004 + 0,112(5) = 0,56 (5 ; 0,56) Y = a + bx = 0,004 + 0,112(4) = 0,45 (4 ; 0,45) Y = a + bx = 0,004 + 0,112(3) = 0,34 (3 ; 0,34) Y = a + bx = 0,004 + 0,112(2) = 0,23 (2 ; 0,23) b. Persamaan Garis Absorbansi : a = 0,004 b = 0,112 Y = a + bx = 0,004 + 0,112(0,044) = 0,0089 = 0,009 (0,044 ; 0,009) Y = a + bx = 0,004 + 0,112(0,053) = 0,0099 = 0,010 (0,053 ; 0,010) Y = a + bx = 0,004 + 0,112(0,187) = 0,0249 = 0,025 ( 0,187 ; 0,025 ) Y = a + bx = 0,04 + 0,112(0,719) = 0,845 = 0,85 (0,719 ; 0,85) E. Pembahasan dan Kesimpulan 1. Pembahasan Keadaan setimbang suatu reaksi dicapai bila kecepatan reaksi pembentuk zat-zat produk sama dengan kecepatan reaksi pembentukan zat-zat reaktan dan konsentrasi zat-zat tidak mengalami penambahan atau pengurangan. Dalam keadaan yang setimbang tidak terjadi perubahan secara makroskopis (perubahan dapat diamati dan diukur). Kesetimbangan kimia sifatnya dinamis, artinya reaksi terus berlangsung dalam dua arah yang berlawanan dengan kecepatan yang sama. Henry Louis Le Chateleir menyimpulkan pengaruh faktor luar terhadap kesetimbangan yang di kenal dengan azas Le Chatelier “Jika terhadap suatu kesetimbangan dilakukan aksi-aksi tertentu, maka reaksi akan bergeser untuk menghilangkan pengaruh reaksi tersebut.” Faktor yang mempengaruhi kesetimbangan adalah pengaruh konsentrasi, perubahan volume dan tekanan, perubahan suhu, dan pengaruh katalisator. Pengaruh konsentrasi pada pergeseran kesetimbangan apabila konsentrasi salah satu zat diperbesar maka kesetimbangan akan bergeser kearah yang berlawanan dari zat tersebut, sebaliknya jika konsentrasi salah satu zat diperkecil maka akan bergeser kearah zat tersebut. Perubahan volume, pengaruh tekanan terhadap kesetimbangan reaksi hanya berlaku untuk sistem reaksi yang melibatkan gas. Jika tekanan diperbesar sama dengan volume diperkecil maka kesetimbangan akan bergeser ke arah jumlah koefisien reaksi kecil dan sebaliknya jika tekanan diperkecil sama dengan volume diperbesar maka reaksi ekan bergeser ke arah koefisien besar. Perubahan suhu jika suhu dinaikkan akan bergeser ke arah yang membutuhkan kalor, sebaliknya jika suhu diturunkan maka akan, sebaliknya jika suhu diturunkan maka akan bergeser ke arah yang membebaskan kalor. Pengaruh katalisator, akan mempercepat tercapainya keadaan yang setimbang tetapi, tidak ikut bereaksi. Pada hasil pengamatan diperoleh nilai absorbansi larutan standart dari konsentrasi 0 sampai 7,5 adalah 0,000; 0,187; 0,302; 0,551; 0,702; 0,827. Hal ini berarti sesuai dengan teori yaitu bila kosentrasi semakin besar atau semakin pekat, maka nilai absorbansi semakin besar. Begitu juga sebaliknya. Bila kosentrasi larutan semakin encer, maka nilai absorbansinya semakin mengecil pula. 2. Kesimpulan Berdasarkan praktikum kesetimbangan kimia ini dapat disimpulkan bahwa : a. Dalam pengukuran absorbansi larutan standart jika konsentrasi naik maka nilai absorbansi juga akan naik. b. Dalam pengukuran larutan sampel pada tabung ke-5 nilai absorbansinya 0,044, tabung ke-4 nilai absorbansinya 0,053, tabung ke-3 nilai absorbansinya 0,187, tabung ke-2 nilai absorbansinya 0,713. c. Terdapat 4 faktor yang dapat mempengaruhi kesetimbangan yaitu : perubahan kosentrasi, perubahan suhu, perubahan tekanan dan volume, dan pengaruh katalisator. DAFTAR PUSTAKA Anonym. 2001. www.chm.davidson.edu/ChemistryApplets. Atkins, P.W.1990. Kimia Fisika Jilid 2 Edisi Keempat, Penerbit Erlangga. Jakarta. Brady, James E. Chemistry Principles and Structure. John Willey & Sons. New York. Keenan. 1999. Kimia Untuk Universitas. Erlangga. Jakarta. Kleifelter. 2005. Kimia untuk Universitas. Erlangga. Jakarta. Mossom, Louis T. 1997. Chemistry Made Easy. Dell. New York. Petrucci. H. 1995. Kimia Dasar, Prinsip, dan Terapan Modern. Erlangga. Jakarta. Sukardjo. 1990. Kimia Anorganik. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. Tony, Bird. 1987. Kimia Fisika Untuk Universitas. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta PROTEIN DAN LEMAK A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Banyak makanan yang kita konsumsi sehari-hari yang mengandung protein, karena itu termasuk dalam protein nabati maupun protein hewani, misalnya tempe, tahu dll. Protein (berasal kata protos dari bahasa yunani yang berarti utama) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dibutuhkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon, hirogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup. Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Protein terlibat dalam sistem kekebalan (imun) sebagai antibodi, sistem kendali dalam bentuk hormon, komponen penyimpanan (dalam biji) dan juga dalam transportasi hara. Sebagai salah satu sumber gizi, protein berperan sebagai sumber asam amino bagi organisme yang tidak mampu membentuk asam amino tersebut (heterotrof). Protein merupakan salah satu biomolekul raksasa, selain polisakarida, lipid dan polinukleotida, yang merupakan penyusun utama makhluk hidup. Selain itu protein juga merupakan salah satu molekul yang paling banyak diteliti dalam biokimia. Protein ditemukan oleh Jons Jacob Barzelius pada tahun 1838. Lemak atau lipid merupakan sumber energi, 1 gram lemak menghasilkan energi 9,3 kalori. Lemak tersusun atas unsur C, H, dan sedikit atom O. Kadang-kadang lemak juga mengandung unsur N dan P. Molekul lemak tersusun dalam ikatan kovalen sehingga berbentuk molekul nonpolar yang tidak larut dalam air. Lemak mencakup 15% berat badan tubuh kita. Lemak tersusun atas unit dasar asam lemak dan gliserol. Lemak dapat digolongkan atas lemak sederhana dan lemak gabungan atau campuran. 2. Tujuan Praktikum Adapun tujuan dari praktikum Protein dan Lemak ini adalah memahami salah satu sifat protein, yaitu denaturasi protein dan mengetahui terjadinya ketengikan pada minyak secara kualitatif. 3. Waktu dan Tempat Prkatikum Praktikum acara V Protein dan Lemak ini dilaksanakan pada hari Kanis tanggal 29 November 2012 pada pukul 07.30 – 09.15 WIB di Laboraturium Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. B. Tinjauan Pustaka Protein merupakan salah satu biomolekul raksasa, selain polisakarida, lipid dan polinukleotida, yang merupakan penyusun utama makhluk hidup. Selain itu protein juga merupakan salah satu molekul yang paling banyak diteliti dalam biokimia. Protein ditemukan oleh Jons Jacob Barzelius pada tahun 1838 (Johanes Abram. 2010). Denaturasi protein adalah suatu proses dimana protein atau asam nukleat kehilangan struktur tersier dan struktur sekunder dengan penerapan beberapa tekanan eksternal. Denaturasi ada dua yaitu denaturasi reversible dan non reversible. Pada denaturasi reversible endapan protein dapat larut kembali dan sifatnya masih sama seperti semula. Sedangkan pada denaturasi non reversible endapan protein yang terbentuk tidak dapat larut kembali (Paustina T. 2010). Lemak merujuk pada sekelompok besar molekul-molekul alam yang terdiri atas unsur-unsur karbon, hidrogen dan oksigen meliputi asam lemak, malam, sterol, vitamin-vitamin yang larut dalam lemak contohnya A, D, E dan K, monogliserida, digliserida, fosfolipid, glikolipid, dan terpenoid. Lemak secara khusus menjadi sebutan dari minyak hewani pada suhu ruang, lepas dari wujudnya yang padat maupun cair, yang terdapat pada jaringan tubuh yang disebut adiposa (Wang X, 2004). Sebagian besar lipid yang ditemukan di dalam makanan adalah berbentuk trisgliserol, kolesterol dan fosfolipid. Kadar rendah lemak makanan adalah penting untuk memfasilitasi penyerapan vitamin-vitamin yang larut di dalam lemak dan karotenoid. Manusia dan mamalia lainnya memerlukan makanan untuk memenuhi kebutuhan asam lemak esensial tertentu misalnya asam linolead dan asam alfalinolead karena mereka tidak dapat disintesia dari prekursor sederhana di dalam makanan (Eyster KM. 2007). C. Alat, Bahan dan Cara Kerja 1. Alat a. Tabung reaksi b. Pemanas c. Pipet 2. Bahan a. Larutan putih telur b. Air c. Alkohol d. Amonium sulfat jenuh e. Plorogucinol 0,1 % f. HCl pekat 3. Cara Kerja a. Denaturasi Protein a 1. Larutan putih telur dan air, ambil 1,5 ml, panaskan dalam tabung reaksi dengan api kecil kemudian diberi air. a 2. Ambil 1,5 ml yang lain dan masukkan dalam tabung reaksi, tambahkan sedikit alkohol dengan meneteskannya, amati dan tambahkan air. a 3. Ambil 1,5 ml yang lain, masukkan dalam tabung reaksi, tambahkan larutan amonium sulfat jenuh pada suhu kamar. Larutkan kembali dengan menambahkan air. b. Uji Kreis b 1. Mencampurkan 10 ml sampel dengan 10 ml phlorogucinol 0,1 % dalam eter dan 10 ml HCl pekat. Kocok merata sekitar 20 detik. b 2. Jika terbebtuk warna pink menunjukkan telah terbentuk malinaldehid. b 3. Membandingkan dengan aroma tengik yang tercium secara organolepik D. Hasil Pengamatan Hasil Pengamatan Table 6.1 Hasil Pengamatan Denaturasi Protein Percobaan Denaturasi Awal Proses Akhir I Larutan telur berwarna kuning bening. Larutan telur diatas, air di bawah, tidak larut dan ada endapan putih telur. Terdapat endapan putih, tidak berbau, terjadi endapan air, telur, endapan putih. II Larutan berwarna kuning bening. Alkohol diatas, ada endapan, keruh dan putih telur di bawah. Ada 3 endapan yaitu air, gumpalan berwarna putih, larutan putih telur dan berbau alkohol. III Larutan berwarna kuning keruh Putih telur diatas, terdapat endapan, keruh dan putih di bawah. Putih telur bercampur air atau larut tapi, masih ada gumpalan ( larut sebagian) Sumber : laporan sementara Tabel 6.2 Hasil Pengamatan Uji Kreis Percobaan Keterangan 10 ml sampel (minyak) + 10 mlPhloroglucinol + 10 ml HCl Warna awal : Coklat pekat Warna proses : kuning Warna akhir : Atas : coklat pekat Bawah : cokjlat bening Bau : tajam , terjadi endapan Sumber : Laporan sementara E. Pembahasan dan Kesimpulan 1. Pembahasan Protein merupakan bahan dasar protoplasma dan terdapat pada semua organisme hidup. Protein banyak terdapat misalnya pada daging, kulit, dan rambut. Molekul protein bayak mengandung unsur nitrogen (N) yang berkombinasi dengan unsur karbon, hidrogen, dan oksigen. Di samping itu, banyak juga yang mengandung sulfur (S), fosfor(P), dan iodin (I). Jika protein dididihkan dengan asam kuat atau basa kuat yang pekat, molekulnya akan terhidrolisis menjadi asam amino. Molekul protein disusun oleh pengulangan satuan (unit) molekul sederhana, yaitu asam amino. Protein diendapkan dengan denaturasi. Denaturasi ada dua cara yaitu denaturasi reversible dan denaturadi non reversible. Lemak merupakan polimer alam dengan monomer asam lemak dan gliserol, yang disebut trigliserida. Asam lemak terdiri dari asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh dapat di ubah menjadi asam lemak jenuh dengan proses hidrogenasi. Lemak golongan lipida memiliki ciri khas tidak dapat larut dalam air tapi dapat larut dalam pelarut organik dan pada temperatur kamar lemak berwujud padat. Peristiwa oksidasi dan hidrolitik menyebabkan kerusakan pada lemak dan minyak, tapi kerusakan yang paling besar dikarenakan oleh anti oksidasi yang akibatnya bisa mempengaruhi cita rasa. Pada hasil pengamatan denaturasi protein diperoleh bahwa pada percobaan sampel pertama, terdapat endapan putih telur di bawah dan air diatasnya, pada percobaan sampel kedua, terdapat endapan keruh yang warnanya putih, dan percobaan pada sampel ketiga, menghasilkan putih telur diatas, terdapat endapn keruh, dan putih di bawah. Sedangakan pada hasil pengamatan uji kreis diperoleh warna awal coklat pekat, warna kuning saat proses dan diakhiri dengan warna coklat pekat, juga terdapat warna coklat bening dibawah, berbau tajam dan ada endapan. 2. Kesimpulan Berdasarkan praktikum protein dan lemak dapat disimpulkan bahwa : a. Pada percobaan pertama, setelah sampel di panaskan terjadi reaksi bahwa terdapan endapan berwarna putih kental, menempel di dasar tabung dan tidak berbau. b. Pada percobaan ke dua , setelah sampel di cmpur air, alkohol menjadi endapan putih yang berada di tengah ( diantara air dan telur) dan berbau alkohol. c. Pada percobaan ke tiga , setelah sampel di campur ammonium dan di gojog secara homogen terjadi reaksi adanya gumpalan dan berbau amis dari telur. d. Sampel minyak jlantah di tambah Phloroglucinol dan ditambah HCl mengalami perubahan warna dari coklat pekat menjadi kuning ,atas coklat pekat, bawah coklat bening dan berbau tajam serta ada endapan. DAFTAR PUSTAKA Eyster KM. 2007. The membrane and lipid as integral participants in signal transduation. Johanes Abram. 2010. DNA, RNA, and Protein: Life at its simple. http://www.postmodern.com/~jka/rnaworld/nfrna/nf-rnadefed.html. UsseryD.1998.Expression&Regulation.http://www.cbs.dtu.dk/staff/dave/DNA_CenDog.html. Paustina T. 2001. Protein Structure. University of Wisconsin-Madison. http://lecturer.ukdw.ac.id/dhira/BacterialStrukture/Protein.html. Wang X. 2004. Lipid Signaling. http://trenatus.blogspot.com. SAKARIDA A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Karbohidrat yaitu senyawa organik terdiri dari unsur karbon, hidrogen, dan oksigen. Nama lain karbohidrat adalah “sakarida”, istilah tersebut dari bahasa latin “saccarum” yang berarti gula. Karbohidrat terdiri atas unsur C, H, O dengan perbandingan 1 atom C, 2 atom H, 1 atom O. Karbohidrat banyak terdapat pada tumbuhan dan binatang yang berperan struktural & metabolik. sedangkan pada tumbuhan untuk sintesis karbon dioksida dengan air yang akan menghasilkan amilum atau selulosa, melalui proses fotosintesis, sedangkan binatang tidak dapat menghasilkan karbohidrat sehingga tergantung tumbuhan. sehingga tergantung dari tumbuhan. karbohidrat merupakan sumber energi dan cadangan energi, yang melalui proses metabolisme. Banyak sekali makanan yang kita makan sehari hari adalah suber karbohidrat seperti : nasi atau beras, singkong, umbi-umbian, gandum, sagu, jagung, kentang, dan beberapa buah-buahan lainnya, dll. Rumus umum karbohidrat yaitu Cn(H2O)m, sedangkan yang paling banyak kita kenal yaitu glukosa, sukrosa, sellulosa. Karbohidrat paling seerhana adalah monosakarida diantaranya glukosa yang mempunyai rumus molekul C6H12O6. Karbohidrat merupakan bahan yang sangat diperlukan oleh tubuh manusia, hewan dan tumbuhan, disamping lemak dan protein. Senyawa ini dalam jaringan merupakan cadangan makanan atau sumber energy (sumber kalori). Setiap 1 gram karbohidrat akan menghasilkan 4,1 kalori. Selain menghasilkan energi, karbohidrat juga berperan dalam menjaga kesetimbangan pH tubuh. Sebagian besar karbohidrat yang ditemukan di alam terdapat sebagai poisakarida dengan berat molekul tinggi. Beberapa polisakarida berfungsi sebagai penyusun. 2. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum ini adalah Mengetahui reaksi hidrolisis karbohidrat dan Mengetahui adanya gula pereduksi pada sampel 3. Waktu dan Tempat Prkatikum Praktikum acara VI ini dilaksanakan pada hari selasa tanggal 27 November 2012 pada pukul 07.00 – 10.00 WIB di Laboraturium Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. B. Tinjauan Pustaka Karbohidrat merupakan senyawa karbon yang banyak dijumpai di alam, terutama sebagai penyusun utama jaringan tumbuh-tumbuhan. Nama lain karbohidrat adalah sakarida (berasal dari bahasa latin Saccarum = gula). Senyawa karbohidrat adalah polihidroksi keton yang mengandung unsur-unsur karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O) dengan rumus empiris total (CH2O)n. Karbohidrat paling sederhana adalah monosakarida diantaranya glukosa yang mempunyai rumus molekul C6H12O6. Karbohidrat merupakan bahan yang sangat diperlukan oleh tubuh manusia, hewan, dan tumbuhan disamping lwmak dan protein. Senyawa ini dalam jaringan merupakan cadangan makanan atau energi yang disimpan dalam sel. Sebagian besar karbohidrat yang ditemukan terdapat sebagai polisakarida dengan berat molekul tinggi. Beberapa polisakarida berfungsi sebagai bentuk penyimpan bagi monosakarida. Sedangkan yang lain sebagai penyusun struktur di dalam sel dan jaringan pengikat (Anonim, 2000). Pada tumbuhan karbihidrat disintesis dari CO2 dan H2O melalui proses fotosintesis dalam sel berklorofil dengan bantuan sinar matahari. Karbohidrat yang dihasilkan merupakan cadangan makanan yang disimpan dalam akar, batang dan biji sebagai pati (amilum). Karbohidrat dalam tubuh manusia dan hewan dibentuk dari beberapa asam amino, gliserol, lemak, dan sebagian besar diperoleh dari makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, karbohidrat dalam sel tubuh disimpan dalam hati dan jaringan otot dalam bentuk glokogen. (Yazid a, 2006). Karbohidrat atau sakarida adalah polihidroksi aldehid atau polihidroksi keton, atau senyawa yang dihidrolidisis dan keduanya. Unsur utama penyusun karbohidrat adalah karbon, hidrogen, dan oksigen. Jumlah atom hidrogen dan oksigen memiliki perbandingan 2:1 seperti molekul air misalnya glukosa 12:6, atau 2:1, sukrosa 22:11 atu 2:1, karena perbandingan tersebut orang dulunya menduga karbohidrat merupakan penggabungan dari karbon dan hidrat atau air sehingga molekul ini disebut karbohidrat. Walaupun penamaan ini tidak tepat tetapi dinamakan karbohidrat hingga sekarang (Toha, 2001). C. Alat, Bahan dan Cara Kerja 1. Alat a. 15 tabung reaksi b. Label c. Rak tabung reaksi d. Pipet e. Gelas ukur f. Waterbath g. stopwatch 2. Bahan a. Glukosa + air b. Sukrosa + air c. Sukrosa + HCl d. Laktosa + air e. Amilosa + air f. NaOH g. Iodine h. Na asetat 3. Cara Kerja a. Menyediakan 15 tabung reaksi yang masing-masing ditandai dengan label. Membuatlah 15 macam larutan sebagai berikut dan tempatkan tabung – tabung tersebut pada rak. Tabung Larutan 1 0,5 ml glukosa dalam 10 ml air 2 0,5 ml sukrosaa dalam 10 ml air 3 0,5 ml sukrosa dalam 10 ml HCl 0,1 N 4 0,5 ml laktosa dalam 10 ml air 5 0,5 ml amilosa dalam 10 ml air b. Melakukan percobaan berikut dengan kelima jenis sampel tersebut di atas. Percobaan Perlakuan A 1 ml sampel + 3 ml NaOH, panaskan sampai mendidih B 1 ml sampel + 3 tetes larutan iodine, panaskan dalam waterbath C 3 ml sampel + 2 ml larutan Na asetat, panaskan dalm waterbath selama 20 menit D. Hasil Pengamatan Hasil Pengamatan Tabel 7.1 Hasil Perlakuan Sampel Sampel Perlakuan Reaksi Pendamaran Reaksi iodine Reaksi Osazone Glukosa + air Awal Putih bening Awal Bening Awal Putih bening Proses Kuning Proses Kuning Bening Proses Putih bening Akhir Orange Akhir Bening Akhir Putih bening Bau Menyengat Bau Tidak Bau Tidak Endapan Tidak ada Endapan Tidak ada Endapan Tidak ada Sukrosa + air Awal Putih bening Awal Bening Awal Putih bening Proses Kuning bening Proses Kuning bening Proses Putih bening Akhir Putih bening Akhir Kuning Akhir Putih bening Bau Tidak menyengat Bau Tidak menyengat Bau Tidak Endapan Tiadak ada Endapan Tidak ada Endapan Tidak ada Laktosa + air Awal Putih Awal Bening Awal Kuning keruh Proses Orange Proses Orange bening Proses Putih bening Akhir Orange kecoklatan Akhir Orange Akhir Putih bening Bau Menyengat Bau Tidak Bau Tidak berbau Endapan Tiadak ada Endapan Ada Endapan Tidak ada Amilosa + air Awal Putih Awal Kuning keruh Awal Kuning keruh Proses Coklat bening Proses Kuning bening Proses Bening Akhir Bening kecoklatan Akhir Biru tua Akhir Putih bening Bau Tidak menyengat Bau Tidak Bau Tidak menyengat Endapan Tidak ada Endapan Tidak ada Endapan Tidak ada Sumber : Laporan sementara E. Pembahasan dan Kesimpilan 1. Pembahasan Karbohidrat adalah senyawa karbon yang dibentuk dalam tumbuh-tumbuhan melalui fotosintesis. Sakarida adalah nama lain dari karbohidrat, istilah itu berasal dari kata saccarum yang artinya gula. Karbohidrat merupakan polimer alami yang terbentuk dari monomer glukosa, fruktosa, dan galaktosa dengan polimerisasi kondensasi.. Karbohidrat terdiri dari monosakarida, disakarida, dan polisakarida. Monosakarida adalah karbohidrat yang tidak dapat dihidrolisis lagi menjadi gula yang lebih sederhana. Monosakarida dapat digolongan berdasarkan gugus karbonil yang dimilikinya, monosakarida yang mengandung gugus aldehid disebut dengan aldosa, sedangkan yang mengandung gugus keton adalah ketosa. Monosakarida dapat pula digolongkan berdasarkan jumlah atom karbon dalam molekulnya. Monosakarida yang mengandung 3 atom kaebon disebut triosa, yang mengandung 4 atom karbon disebut tetraosa, dan seterusnya. Monosakarida yang paling penting adalah yang mengandung 5 dan 6 atom karbon, yaitu molekul gula yang disebut pentosa dan heksosa. Anggota yang terpenting dari disakarida adalah glukosa, fruktosa, dan galaktosa. Disakarida adalah karbohidrat yang yang terdiri dari dua molekul monosakarida, yang tersusun dari dua molekul monosakarida yang jenisnya sama ataupun berbeda. Anggota yang terpenting dari disakarida adalah sukrosa, maltosa, dan laktosa. Sukrosa tersusun dari 1 molekul glukosa dan 1 molekul fruktosa. Sukrosa disebut juga dengan gula tebu. Maltosa tersusun dari 2 molekul glukosa sedangkan laktosa tersusun dari 2 satuan molekul D-glukosa dan D-glukosa. Polisakarida adalah karbohidrat yang dapat dihidrolisis menjadi banyak molekul monosakarida. Polisakarida yang penting adalah amilum, glikogen, dan selulosa. Amilum adalah molekul karbohidrat penyimpan energi pada tanaman, contohnya gandum, padi, dan jagung. Glikogen adalah polisakarida lain yang terbentuk dalam sel tubuh manusia atau hewan. Glikogen terdiri dari unit-unit glukosa(100.000), sedangkan selulosa tersusun dar (2.000-3.000) unit glukosa yang terdapat pada tumbuh-tumbuhan yang sangat melimpah di alam. 2. Kesimpulan Dari praktikum sakarida yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan : a. Pada reaksi pendamaran, yaitu sampel 1 ml glukosa yang ditambah NaOH dan di panaskan menghasilkan warna kuning kecoklatan dan berbau menyengat. b. Pada reaksi pendamaran, yaitu sampel 1 ml sukrosa yang ditambah NaOH dan di panaskan menghasilkan warna putih bening (tetap) dan berbau tidak menyengat. c. Pada reaksi pendamaran, yaitu sampel 1 ml laktosa yang ditambah NaOH dan di panaskan menghasilkan warna kuning kecoklatan dan berbau menyengat. d. Pada reaksi pendamaran, yaitu sampel 1 ml amilosa yang ditambah NaOH dan di panaskan menghasilkan warna bening kecoklatan dan berbau tidak menyengat. e. Pada reaksi Iodine, yaitu sampel 1 ml glukosa yang ditambah dengan iodine dan di panaskan menghasilkan warna bening dan tidak berbau. f. Pada reaksi Iodine, yaitu sampel 1 ml sukrosa yang ditambah dengan iodine dan di panaskan menghasilkan warna putih bening dan berbau tidak menyengat. g. Pada reaksi Iodine, yaitu sampel 1 ml laktosa yang ditambah dengan iodine dan di panaskan menghasilkan warna kuning kecoklatan dan berbau menyengat. h. Pada reaksi Iodine, yaitu sampel 1 ml amilosa yang ditambah dengan iodine dan di panaskan menghasilkan warna bening kecoklatan dan berbau tidak menyengat. i. Pada reaksi osazone, yaitu sampel 1 ml glukosa yang ditambah dengan Na-asetat dan di panaskan menghasilkan warna putih bening dan tidak berbau. j. Pada reaksi osazone, yaitu sampel 1 ml sukrosa yang ditambah dengan Na-asetat dan di panaskan menghasilkan warna putih bening dan berbau menyengat. k. Pada reaksi osazone, yaitu sampel 1 ml laktosa yang ditambah dengan Na-asetat dan di panaskan menghasilkan warna putih bening dan tidak berbau. l. Pada reaksi osazone, yaitu sampel 1 ml amilosa yang ditambah dengan Na-asetat dan di panaskan menghasilkan warna putih bening dan tidak berbau. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2000. Iktisar Biokimia Dasar A. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta Anonim, 2000. Kimia Dasar. Erlangga. Jakarta Cree, Lurie. 2005. Sains dalam Keperawatan. Buku Kedokteran. EGC: Jakarta Toha, Abdul, Hamid, H. 2001. Biokimia Metabolisme Biomolekul Alfabeta. Bandung Yazid, Eisten. 2006. Penuntun Praktikum Biokimia. CV. Andi Offset. Yogyakarta

0 komentar:

Posting Komentar